Pengaruh Cina di Nusantara - Simak Sejarahnya!!!
![]() |
Pengaruh Cina di Nusantara - Simak Sejarahnya!!! |
Menurut Denys Lombard dalam Le Carrefour Javanais: Essai d'histoire Globale, sejak zaman dinasti Shang (masa seribu tahun kedua Sebelum Masehi). daerah Sungai Kuning tengah, tempat asal kebudayaan Cina, sudah menjalin hubungan dengan lautan; dalam sebuah penggalian ditemukan kulit kura-kura laut dan kerang kauri. Berdasar kronik dan berbagai cerita dalam Dinasti Han pada masa pemerintahan Kaisar Wang Ming (tahun 1-6 SM), ternyata Tiongkok sudah mengenal Nusantara yang disebut Huang-tse. Penduduk Nusantara sama dengan penduduk Hainan yang hidup dari perdagangan permata dan perompakan.
Namun, catatan tentang "lautan selatan baru muncul, jauh setelah dunia Cina mengenal budaya tulis, terutama akibat pengaruh ajaran Konghucu yang menilai rendah pekerjaan dagang di laut yang berakibat pada lambannya orientasi Cina ke laut selatan. Setelah kekaisaran pertama runtuh. dan kerajaan-kerajaan di selatan bermunculan pada abad ke-3 Masehi, catatan- catatan pertama teks-teks Cina tentang Indocina seperti Funan dan Lin-yi mulai muncul, dan nama Jawa mulai disebut pada abad ke-5 Masehi. Penguasa Cina menyebut penduduk yang tinggal di laut selatan dengan istilah "bangsa-bangsa Kun Lun", yang bermakna 'penduduk maritim di Asia Tenggara, yang menguasai teknik-teknik kemaritiman tinggi.
Penting dicatat, bahwa pada akhir abad ke-3 Masehi, orang Kunlun yang menjadi anak buah Fa Hsien selama pelayaran dengan kapal besar, yang menurut catatan seorang pegawai daerah Nanking bernama Wan Zhen, menaiki kapal- kapal besar yang panjangnya 200 kaki (65 meter), tingginya 20-30 kaki (7-10 meter) dan mampu dimuati 600-700 orang ditambah muatan seberat 10.000 hou.
Kapal itu disebut Po: kata yang bukan Cina dan mirip dengan kata Jawa Prau atau kata Melayu Perahu. Catatan Wan Zhen ini menunjukkan bukti bahwa teknologi kelautan penduduk maritim di laut selatan sudah maju pada abad ke-3 Masehi dan tidak terpengaruh teknologi kelautan Cina. Sebab, pada masa yang sama, jung- jung Cina terbesar, panjangnya tidak sampai 100 kaki (30 meter) dan tingginya kurang dari 10-20 kaki (3-7 meter). Menurut J.V. Mills dalam Malaya in the Wu Pei Chits, berdasarkan temuan, kapal Tiongkok abad ke-15 yang tenggelam di pantai Filipina, ukuran panjangnya hanya 100 kaki dan lebar 40 kaki.
Catatan Wan Zhen diperkuat Fa Hsien yang menuturkan bahwa setelah tinggal dua belas tahun lebih di India, ia berlayar dari Srilangka dengan sebuah kapal besar yang berpenumpang sekitar dua ratus orang. Di tengah perjalanan, kapal Fa Hsien diserang badai besar, tetapi berhasil mendarat di Ye-po-ti, yaitu Yawadi (pa), nama Pulau Jawa dalam transkripsi Sanskerta, Fa Hsien tinggal di Jawa sekitar lima bulan, menunggu selesainya pembuatan sebuah kapal besar yang sama dengan kapal besar yang rusak akibat badai, untuk kembali ke Negeri Cina. Catatan Fa Hsien itu menunjuk pada bukti bahwa di Jawa pada abad ke-5 sudah dikenal teknik pembuatan kapal-kapal besar, yang penyelesaiannya butuh waktu sekitar lima bulan.
Selain teknik-teknik menanam padi, menempa perunggu dan besi, menenun pakaian, serta perdagangan, pengaruh Cina ke wilayah Nusantara tidak cukup kuat terutama yang berkaitan dengan agama dan tatanan sosial serta nilai-nilai kemasyarakatan. Justru, melalui jalur perhubungan laut yang melalui Nusantara, ajaran Buddhisme masuk ke Cina di bawah pemerintahan dinasti-dinasti selatan. Itu menunjuk bahwa sebelum sampai ke Cina, Buddhisme telah berkembang lebih dulu di sejumlah daerah di Nusantara. Belum ada satu pun bukti arkeologi dan sejarah bahwa Taoisme dan Konfusianisme pernah berkembang sebagai agama yang pernah dianut oleh penduduk Nusantara. Menurut Louise Levathes dalam When China Rules the Sea, pada abad 7 Masehi, Canton menjadi pelabuhan penting yang dikunjungi kapal-kapal dari berbagai negara, terutama dari selatan.
Sekitar 200.000 orang Persia, Arab, India, Melayu, dan lain-lain tinggal di Canton sebagai pedagang pekerja kerajinan, dan pandai besi
Pengaruh Cina di Nusantara, justru berkaitan dengan Agama Islam yang masuk ke Cina dan dianut penduduk Cina pada pertengahan abad ke-7 Masehi Menurut Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History, kontak perdagangan antara Arab dan Canton sudah terjadi sekitar tahun 600 Masehi, melalui Selat Malaka. Namun, Islam baru dianut oleh penduduk Cina pada pertengahan abad ke-8, yaitu saat putera mahkota Su Tsung, putera kaisar Hsuan Tsung pada 756 M meminta bantuan kepada Khalifah al-Manshur dari Abbasiyah untuk mengatasi pemberontakan yang menggulingkan tahta kaisar dan telah menguasai kota Si-ngan-fu dan Ho-nan-fu.
Dengan bantuan pasukan Arab, Su Tsung berhasil merebut kedua kota utama dan menghancurkan kekuatan para pemberontak Setelah perang berakhir, pasukan Arab dikisahkan tidak kembali ke negerinya melainkan menetap di Cina. Meski sempat terlibat konflik dengan gubernur Canton yang memaksa mereka beralih agama, kaisar akhirnya membolehkan mereka untuk tinggal di Cina dan bahkan memberi anugerah tanah dan rumah di berbagai kota, tempat mereka menetap dan menikahi perempuan-perempuan setempat. Bahkan, selama masa pemerintahan Dinasti Tang, sekitar tahun 713- 742 M sudah dicatat kehadiran orang-orang Arab yang membawa kitab suci untuk hadiah kepada Kaisar Tang. Sejak masa itu, ajaran agama dari negeri asing itu bercampur dengan ajaran agama pribumi Cina.
Mas'udi mencatat bahwa pada pertengahan abad 9. Canton sudah menjadi kota yang dihuni masyarakat muslim yang sebagiannya adalah saudagar-saudagar dari Basrah, Sirat, Oman, dan kota-kota pelabuhan India. Namun, akibat serangan pemberontak Huang Chao pada 879 M, tidak kurang dari 200.000 orang Islam, Yahudi, Majusi, Kristen tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika lari dikejar-kejar para pemberontak. Meski hancur masyarakat Islam Canton tidak punah sama sekali. Perlahan-lahan masyarakat dagang muslim bangkit lagi dan belakangan bahkan menyebar ke Propinsi Yangchouw dan Chanchouw.
Pada saat Dinasti Yuan menaklukkan Tiongkok pada awal abad ke-13. terjadi migrasi besar-besaran orang-orang beragama Islam berkebangsaan Arab, Persia, Turki, dan lain-lain. Sebagian migran itu datang sebagai pedagang seniman, tentara, kolonis, dan ada pula yang dibawa sebagai tawanan. Mereka menetap dan menikah dengan perempuan-perempuan Cina Di antara orang- orang Islam tersebut berhasil menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Mongol tersebut, seperti Abdurrahman yang pada tahun 1244 M menjadi Menteri Keuangan, Umar Syamsuddin alias Sayid Ajall, asal Bukhara yang oleh Kubilai Khan dipercaya mengurusi masalah keuangan sekaligus merangkap jabatan Gubernur Yunnan. Sayid Ajall dan keturunannya, memainkan peranan penting dalam dakwah Islam di Tiongkok. Marcopolo yang tinggal di Tiongkok antara 1275-1292 M menuturkan bahwa di berbagai daerah di Yunnan-yang pernah dipimpin Sayid Ajall-terdapat warga muslim. Bahkan, pada awal abad ke-14 seluruh penduduk Talifu, ibukota Yunnan telah memeluk Islam.
Pengaruh Islam dari Cina yang tidak boleh dilewatkan adalah yang ber- hubungan dengan kunjungan Laksamana Cheng Ho yang dimulai tahun 1405 M. yang sebelum ke Jawa singgah terlebih dulu ke Samudera Pasai menemui Sultan Zainal Abidin Bahiansyah dalam rangka membuka hubungan politik dan perdagangan. Tahun 1405 M itu, sewaktu di Jawa, Laksamana Cheng Ho men- emukan komunitas masyarakat muslim Tionghoa di Tuban, Gresik, dan Suraba- ya dengan rincian masing-masing berjumlah seribu keluarga. Pada tahun 1407 M. Laksamana Cheng Ho singgah di Palembang, menumpas para perompak Hokkian dan membentuk masyarakat muslim Tionghoa. Pada tahun yang sama, masyarakat muslim Tionghoa juga dibentuk di Sambas.
Pengaruh muslim Tionghoa dalam penyebaran Islam, setidaknya terlihat pada bukti-bukti arkeologi. Pada masjid-masjid kuno yang dibangun pada per- empat akhir abad ke-15 seperti Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepu han Cirebon, Masjid Agung Kudus, dindingnya banyak ditempeli piring porselen dari Dinasti Ming. Keberadaan muslim Tionghoa dalam kaitan dengan perkem- bangan dakwah Islam, telah dicatat di dalam Babad ing Gresik yang menuturkan bahwa sewaktu Sunan Dalem (Sunan Giri II) diserang balatentara dari Sengguruh, yang diperintah Sunan Dalem untuk menghadang pasukan Seng Tionghoa guruh di Lamongan adalah Prajurit Patangpuluhan bersenjata api pimpinan Panji Laras dan Panji Liris. Meski kalah dan kemudian mundur sukan muslim Tionghoa Gresik tetap mengawal Sunan Dalem saat me ngungsi ke Gumeno.
Pasukan muslim Tionghoa Gresik itu dicatat pula kepahlawana- nnya sewaktu membela Panembahan Agung (cucu buyut Sunan Giri) dari serangan pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Pekik dan per- maisurinya, Ratu Pandansari. Pada saat pasukan muslim Tionghoa kalah karena jumlahnya tidak seimbang, pemimpinnya yang bernama Endrasena, ditangkap dan dipenggal oleh pasukan Mataram.
Posting Komentar untuk "Pengaruh Cina di Nusantara - Simak Sejarahnya!!!"